Surat untuk Nata : kamu adalah cobaan.
Hey Nata, Aku sedang bersama teman-temanku. Tapi aku tidak sekalipun bisa berbaur dengan mereka karena pikiranku tidak pada tempatnya. Dua anak menemani perjalananku ke kota sebelah, padahal aku berharap kamu yang bersamaku. Tapi, ah sudahlah…kamu punya urusan lain yang lebih penting di tempat lain. Mereka mengajakku berjalan-jalan di Mall, menemaniku berkeliling menikmati gemerlapnya kota besar. Tapi, aku seolah tak bernyawa. Pikiranku tidak focus. Aku berkali-kali mengecek ponsel, berharap kamu akan menghubungiku. Tapi, aku hanya berharap.
Mereka mengajakku berjalan di trotoar, menikmati jalanan
kota besar yang ramai. Aku berusaha menghargai mereka yang menyempatkan waktu
menemaniku berkeliling dan tinggal semalam lagi hanya karena khwatir aku
kenapa-napa. Bagaimana denganmu? Aku pasti bercanda mengharapmu khawatir
padaku. Aku berusaha terlihat menikmati perjalanan bersama mereka. ya, aku
bersyukur ada mereka yang menemaniku di kota besar yang jauh dari rumah. Tanpa
mereka aku tidak akan tahu mau kemana dan harus kemana. mungkin aku akan tersesat.
Di dalam Bus, aku melihat matahari terbit dan aku masih saja
memikirkanmu. Hey, Nata apa yang telah kamu lakukan padaku? Kamu terus saja ada
dipikiranku dimanapun aku berada. Sekeras apapun aku berusaha tidak memikirkanmu
tubuhku menolak untuk berkonspirasi. Jantungku akan berdetak lebih cepat,
setiap kali aku menolak untuk memikirkanmu. Aku merasa ada yang salah. Aku
tidak sedang jatuh cinta kan?
Butuh waktu beberapa minggu, aku sudah bisa melupakanmu.
Kehidupanku mulai normal. Aku sudah tidak sering deg-degan karena memikirkanmu. Setelah berhasil melewati hari-hari tanpamu dengan kegalauan, seperti menunggumu muncul di timeline atau PM. Akhirnya, aku tidak lagi melakukan hal
seperti itu, menunggumu tidak jelas seperti orang kelebihan kafein. Kamu sudah menghilang dari pikiranku. Aku bisa makan dengan baik
dan bekerja dengan baik tanpa memikirkanmu. Ya, memikirkan orang asing yang aku temui hanya dalam dua hari, seperti orang gila, dan mengganggu kehidupan normalku, aku harus menghentikannya. aku harus segera mengembalikan akal sehatku.
Aku mendapatkan job
keluar kota. Senang? Tentu saja. Aku bisa mengalihkan semua perhatianku
full pada pekerjaan. Tidak ada waktu untuk memikirkanmu dan aku senang.
Bagaimana sempat aku memikirkanmu, aku harus tidur sebelum jam 9, dan bangun
jam setengah 3 pagi dengan shubuh yang membekukan. Mandi dengan air es, dan
bersiap naik gunung. Aku bersama tamuku bergegas ke bukit untuk menyaksikan
Sunrise. Dengan suhu sekitar 5 derajat, aku berdiri diantara orang yang menunggu
sunrise. Di saat itu, lagi-lagi aku memikirkanmu, aku membayangkan aku bisa
melihat sunrise ini bersamamu. Aku tersenyum geli, lalu mengutuk diriku sendiri
yang suka berkhayal. untuk apa aku memikirkan itu? sejenak akal sehatku nyaris goyah.
Matahari mulai memamerkan gradasi warna jingga. Cantik.
Semua orang tak terkecuali aku terpesona pada Sunrise. Tahukan, setiap pagi adalah awal yang baru dan semangat baru, Aku tersenyum,
menguatkan hatiku agar aku tidak banyak memikirkanmu lagi.
Tamuku menghilang, aku tidak tau kemana dia pergi. Ah, pasti
gara-gara aku terlalu banyak melamun. Aku mencarinya di sela-sela puluhan orang
dengan panik dengan matahari masih belum muncul sepenuhnya . Panikku pudar ketika aku mendengar suara yang membuat kembali
jantungku berdegub kencang. Mungkin aku sudah gila, mendengar suara yang mirippun aku kembali berdebar, seolah usaha yang aku lakukan selama ini untuk melupakanmu sia-sia. Sekuat hati aku mengabaikan suara yang terdengar samar-samar itu. Mungkin aku hanya berhalusinasi, mungkin aku terlalu memikirkanmu sehingga aku mulai menciptakan suara-suara sendiri. pikirku. Sekuat hati aku tidak mau memikirkan kalau suara itu memang milikmu, aku takut berharap kamu benar-benar ada di sini.
Matahari sudah mulai tinggi dan menyinari orang-orang
disekelilingku. Dan hal pertama yang aku lihat ketika matahari mulai benar-benar bersinar pagi ini adalah, ...kamu. Aku melihat kamu diantara puluhan orang. Cahaya matahari menyorot kearahmu, Seolah sang matahari
menunjukanku keberadaanmu di sana. Kamu sedang bersama 3 orang temanmu sedang
berbincang. melalui celah diantara dua turis yang berdiri di depanku aku melihatmu. Aku melihatmu beberapa detik, masih mencerna apa benar anak
laki-laki yang menggunakan topi itu kamu? Yang sedang berbincang dengan bahasa
inggris, Berjaket coklat.
Benar, itu kamu.
Disaat aku sudah mulai melupakanmu, kamu muncul dihadapanku,
bersama matahari.
Aku masih terpaku menatapmu dan bertanya pada Tuhan, “
Tuhan, ini cobaan macam apa?”
Hei Nata, sepertinya Tuhan sedang bercanda denganku sekarang.
usaha yang aku lakukan sudah sia-sia, dinding yang susah payah aku bangun runtuh dalam hitungan detik. Tanpa instruksi bibirku sudah tersungging melihatmu ada di tempat yang sama denganku sekarang. iya. aku bahagia. Nata, apa aku berdosa?
Comments
Post a Comment