cerbung : Ada Cinta di Banyuwangi (part V)

“oh itu?!" Bali menunjuk taman di tengah kota, "... namanya taman Sritanjung. Biasanya orang-orang nongkrong di sini sore-sore, dari anak-anak sampai orang tua”. Cerocos Bali, Meskipun ramai, tempat itu terlihat asri dan bersih.
 Cris memperhatikan yang ditunjuk Bali. “keistimewaan tempat ini, tempat ini dekat pasar tradisional, jadi kalau si ibu-ibu belanja bapak-bapak dan anak-anak bisa bermain di sini. Selain itu juga deket masjid besar, masjid terbesar di kota ini”. jelas Bali membuat Cris berdecak melihat bangunan masjid yang indah itu. lagi-lagi cris memotretnya.
“gue pengen sarapan di situ”. Cris memarkir mobilnya di sisi taman. Menunjuk warung berderet di samping taman. Bali menyetujui, soalnya dia belum sarapan juga. Setelah berkeliling-keliling Bali menunjuk nasi tempong, sempat mengernyit sebentar dengan nama aneh yang dipesan Bali, tapi akhirnya Cris memesan yang sama karena kelihatannya enak. 
“huaaaaaa…pedessssss”. Cris mengipasi mulutnya yang kepedesan, wajahnya yang putih seperti bayi sudah memerah karena kepedesan, keringat di dahinya mengalir seperti air dari shower. Wajahnya nyaris semerah rambutnya. Bali melirik cris yang sudah seperti monster sambal.
“siapa suruh ikut-ikutan aku”. Cibirnya sambil memberikan segelas air dingin. Cris meminumnya seperti orang kalap. 
“mana gue tau kalau sambelnya pedes”.gerutunya. Bali hanya mendesah. Namanya juga sambel.
Berkat Nasi Tempong itu Cris menghabiskan sebotol besar air mineral yang sudah dia beli di Roxy tadi. Dan ngomel-ngomel setelahnya. Bali sama sekali tidak mau membantah, kalau dia membantah cowok ini bakal semakin mengomel. Bali hanya mendengus geli, ngomel-ngomel karena kepedesan tapi sambelnya dihabisin. Salah sendiri.
Karena waktu masih siang, cris tidak mau Balik ke Guest House padahal kan mereka harus banyak istirahat buat pendakian nanti malam. Semalam Bali juga kurang tidur, jadi dia sering menguap karena ngantuk. Walau harus kena jitak dari Cris setiap kai Bali menguap, Cris bilang menguap itu nggak sopan. Kalau bukan tamu, Bali sudah menjitaknya balik.
“kamu bilang pengen yang adem-adem kan?”. Tanya Bali pada cris, sisa merah di wajahnya sudah mulai hilang. Cris mengangguk. Heran, padahal nggak ada panas sedari tadi. Cuma mendung yang sudah siap menyiram mereka dengan air hujan. “ini namanya KALIBENDO, daerah perkebunan, kamu bisa lihat banyak perkebunan disini”. jelas Bali, yang sepertinya barusan diabaikan karena cris sudah berjalan lima langkah di depannya. Iyuuuh.
Cris tampak senang melihat pohon-pohon besar, sesekali dia memotret pohon-pohon besar yang bernama BENDO , menghiasi sisi jalan setapak menuju sungai besar. Pohon cengkeh di sekeliling dia juga, dia memotret bunga cengkeh yang wangi. Juga lapangan penuh rumput hijau yang indah. Hingga sampai jembatan  di atas sungai. Cris terdiam. Seolah kakinya terpaku. Wajahnya pucat menatap sungai berbatu itu. Bali mengernyit. Anak laki-laki itu seperti ketakutan. Bali bisa melihat lututnya gemetar.
“kamu nggak apa-apa?”. Tanya Bali cemas melihat tamunya yang seperti mayat hidup. Tubuhnya nyaris tumbang ke Belakang kalau aja tangannya tidak sigap menahan di Jembatan.  “kamu kenapa?”. Tanya Bali semakin cemas. Nafasnya terdengar patah-patah, Bali mulai panik. Gawat kalau sampai dia pingsan atau kenapa-napa, dia sendirian disini.

“gue mau pulang aja, gue nggak suka disini”. ujarnya gemetar yang berusaha ditutupi. Cris nyaris terjatuh saat melangkahkan kakinya. Namun dia menolak saat Bali ingin membantunya. Bali menatap punggung cowok yang berjalan terhuyung kembali ke mobil itu bingung. Ada apa? (bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

#1 BELAJAR MENULIS : CARA MENDESKRIPSIKAN TEMPAT DAN KARAKTER PADA NOVEL

Surat Untuk Nata : HUJAN hari ini.

LET GO!