Cerbung : Ada Cinta di Banyuwangi #partVI
Sejak siang tadi cris
tidak keluar dari kamarnya. setelah
kejadian di sungai tadi, cris tidak lagi galak atau bawel. Dia tidak bicara
sama sekali tatapannya datar mengerikan. Bali tidak tau alasannya. Yang jelas Bali
merasa takut juga merasa penasaran sekaligus. Terus mendakinya gimana?
Bali menatap resah
ponselnya, Vika dan mas Angga dengan kompak memberitahu kalau mereka batal
nonton kembang api bersama dengan alasan mas Angga bertugas dan Vika tiba-tiba
meriang. Padahal dia sudah bersiap untuk pergi,
karena melihat tamunya tidak turun sedari tadi kemungkinan pendakian
batal malam ini dan dia bisa menonton kembang api bersama mas Angga. Tapi,sudahlah.
Bali mendesis putus
asa, sekali lagi dia menatap baju terbaiknya yang sengaja dia gunakan khusus untuk malam ini. Dia geletakkan lagi tas selempangnya asal dan duduk di balik meja resepsionis
dengan lesu. Kenapa malam tahun baru dia sekacau ini? huuft.
Tepat ketika dia
menggerutu, Bali terlonjak kaget begitu melihat cris tiba-tiba muncul dan sudah
siap dengan jaket tebal, topi hangat dan ransel, berdiri tepat di depan
resepsionist. Sejak kapan cowok ini ada disini?
“ayo, bukannya lo harus
nganter gue?”. Tanya cowok itu tajam.
Bali gelagapan, “ini
masih terlalu dini mas bro” sambil menunjuk jam dinding. “seenggaknya habis
kembang api baru kita jalan”. kata Bali penuh emosi, yang hanya mendapat respon berupa
dengusan singkat.
Cowok itu benar-benar
tidak mengindahkan kata-kata Bali, dia tetap memilih melangkah kearah tropper seenaknya.
Itu artinya tidak ada negosiasi. Bali tidak punya pilian selain mendesis dan
menuruti tamunya, Bali mengambil jaket seadanya, sepatu boots juga tas kecilnya
tadi. bukan tas ransel yang biasa dia gunakan untuk memandu tamu ke Kawah Ijen.
Biasanya dia isi tasnya dengan air minum dan roti, tapi kali ini nggak sempat. Bali
berlari buru-buru kearah tropper yang sudah dihidupkan mesinnya oleh Cris,
sebelum cowok itu meninggalkannya, tanpa bayaran.
“kamu baik-baik saja?”. Tanya Bali berhati-hati,
wajah cowok ini dua kali lebih menakutkan dibanding saat pertama mereka
bertemu. Cris tidak menjawab. cowok itu sepertinya terlalu focus mengemudi ,
Bali tidak mau mengganggu dan memilih diam juga menahan dingin.
Cris memarkir mobilnya
di antara puluhan tropper lainnya, Paltuding benar-benar ramai malam ini.
banyak tenda-tenda yang berdiri di area lapangan. Bali memeluk tubunya sendiri
dan menahan diri agar giginya tidak bergesekan. “ kita harus menunggu sampai
jam 2 baru kita bisa mulai mendaki” ujar Bali pada Cris yang sudah berdiri di
sampingnya. Seperti biasa, Cris tidak menyahut dan neloyor pergi. Huft.
“tahu kan artinya kita
harus nunggu empat jam-an lagi”. kata Bali gemetar, sambil berusaha mengikuti langkah Cris yang
berjalan ke arah lapangan. “by the way, kamu mau kemana?”.
“ boleh gabung?” Cris
berdiri di antara grombolan anak-anak camping yang sedang menyalakan api
unggun. Seorang anak mengangguk lalu mengijinkan Cris duduk di tikar
sebelahnya. Cowok itu menoleh pada Bali “ mau berdiri selama empat jam-an?”. Cris menepuk tempat kosong di sebelahnya.
Bali langsung duduk di sebelah
Cris. Pemandangan luar biasa ketika Cris cowok pemarah dan moody itu langsung
akrab dengan orang baru, bahkan mereka bisa ngobrol banyak dan membuat Bali
seolah Arca. Yang paling mengagumkan cowok itu bisa main gitar dan menyanyikan
sebuah lagu Hero dari Family of the year dengan wajah ceria. Setelah itu dia
tidak mengingat apapun.
Duarrrrr…..duaarrrrr…..
Bali merasakan
kepalanya sakit terbentur tanah, sepertinya barusan dia terjatuh tapi entah
darimana. Bali meringis kesakitan, begitu membuka mata semua orang menatap
kearah langit yang sudah penuh dengan kembang api. Bali terkagum sesaat, segera
dia mencari Cris. Cowok itu tidak jauh darinya sedang menatap langit sambil
memutar sendi lengannya, seolah dia baru saja mengangkat beban berat.
“ happy new year!”.
Sorak Bali pada Cris dengan mata mengantuk.
“ sudah terlambat lima
menit”. Sahut Cris datar, Bali mengecek jam tangannya dan Cris benar. “ Gue
pikir lo bakalan ngelewatin tahun baru tanpa kembang api”
Bali mendesis sebal,
cowok jahat ini tidak membangunkannya ketika dia tau kembang api sudah mulai.
Sekali lagi, untung dia tamu.
Pukul 2 tepat, mereka
memulai pendakian berbekal senter kecil bersama puluhan orang lainnya. Bali
berjalan sambil memeluk tubuhnya karena dingin.
“ lo nggak pake jaket
naik gunung? Bener-bener pemandu tangguh” pujian yang lebih tepatnya sindiran dari
Cris. Bali yakin cowok ini sedang tertawa mengejek.
“berkat orang moody
yang aku pikir nggak jadi naik gunung dan tiba-tiba muncul jam 8, sorry for unwell preparation”. Bali berusaha tidak berkata dengan sinis. Tapi, memang benar salah dia kan?
Cris tidak segera
membela diri, dia diam sejenak, mengatur nafas dan mulai bicara.
“gue cuma nggak suka
ngeliat sungai”. Ujarnya lebih lembut, tatapan matanya yang tajam tadi terlihat
sedih. Bali jadi merasa bersalah.
“hahahaha,…orang
Jakarta gak suka main di sungai ya”. Bali memaksakan diri melucu, tapi malah garing. Cris diam lagi
beberapa saat, menimbang antara dia ingin bicara dan tidak. Bali tidak ingin
memaksanya bercerita, hanya rasanya ada yang mengganjal pada dirinya kalau
tidak mendengarkan apapun yang membuat Cris sedih. Tapi lebih baik tidak mendengar apa-apa. "eng,..enggak usah ceri....".
“pacar gue meninggal di sungai gara-gara gue,namanya
melisa”. Kata Cris dengan pelan dan berat sebelum Bali menyelesaikan kata-katanya. Bali mendelik lalu mendekap
mulutnya. Bali menyesal sudah mendengarnya.(bersambung)
Comments
Post a Comment