Cerbung : 12 Jam #part1
Nara berlari sekuat
tenaganya, meskipun udara di paru-parunya terasa menipis, dia tidak peduli
kalaupun harus pingsan sesampainya di kereta. Pokoknya dia tidak boleh
terlambat naik kereta.
Karena terlalu deg-degan, Nara tidak ahal Stasiun masih
2KM lagi. Waktu sudah menunjuk 05:45 yang artinya 15 menit lagi keretanya
datang. Tidak ada waktu untuk menunggu tumpangan, Nara memutuskan untuk
menempuhnya dengan berlari. Apapun yang terjadi, Nara harus bisa naik kereta
yang akan membawanya ke kota Gudeg, Yogjakarta.
Yogjakarta, Kota yang yang
diidam-idamkan Nara untuk berkunjung. Namun, meski dia sangat ingin pergi
kesana, Jogja bukan itu alasan dia harus bangun shubuh dan berangkat ke stasiun
yang berjarak 35 KM dari rumah. Bukan untuk berwisata seperti yang
diidam-idamkannya, ataupun kuliah. Karena Nara sudah berkuliah di Universitas
swasta di Banyuwangi. Juga bukan karena ada bazar buku besar-besar yang mematok
harga 10.000 dari penerbit favorit Nara, tapi karena…Dia.
Nara berhasil menapakkan kakinya ke kereta tepat ketika
suara peluit petugas berdenging nyaring, ketika beberapa orang sudah duduk di
bangku mereka dengan manis. Dan suara “Guzessss…Guzeessss…” yang mulai
bergerak. Nara berusaha memperbaiki nafasnya yang terengah-engah, paru-parunya
terasa kering, namun dia masih tersenyum begitu melihat Tobi, cowok yang sedang
duduk di sebelah carrier dengan headset di kedua telinganya. Iya, Cowok itu.
Alasan Nara berangkat ke Jogja dengan uang tabungan yang pas-pasan dan minim
pengalaman.
“ aku mau ke
Penang”. Kata Tobi, ketika Tobi dan Nara duduk di bangku kantin kampus. Nara
mengalihkan perhatiannya dari cola yang sedang dia teguk, pada Tobi yang
terlihat tersenyum namun menyembunyikan kekalutan.
Dengan polos Nara memfokuskan diri pada Tobi.”
Penang itu dimana? Flores? Bali?”.
Tobi menyesap batang rokok lalu
menghembuskan asapnya asal. Kebiasan Tobi yang tidak disukai Nara, merokok di
sembarang tempat. Sambil terbatuk-batuk Nara mengibas-ibaskan asap rokok Tobi
yang mengganggu dirinya. “ Penang itu Malaysia dodol”. Ejek Tobi, Nara berbeda
dengan Tobi yang hobi travelling. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di rumah,
paling jauh dia hanya ke malang, itupun karena ada pelatihan kependidikan anak
usia dini. Selain kuliah, Nara adalah seorang guru PAUD.
“ Malaysia?”. Nara melotot, Tobi memang suka travelling.
Sekitar 60% bagian Indonesia pernah dia kunjungi, tapi keluar negri ini untuk
pertama kalinya. “ Travelling lagi?”. Ada nada kecewa dalam pertanyaan Nara,
karena itu artinya dia akan kehilangan cowok itu lagi. Susah signal, males ngehubungin,
nggak punya paket data, dan alasan-alasan lain yang membuat Nara tidak bisa
menghubungi Tobi. Yah meskipun seminggu atau dua minggu saja, tapi tidak ada
kabar dari Tobi sebentar saja hidup Nara bisa berantakan.
Badmood,Unmood,baper..dan penyakit kejiwaan lainnya.
Tobi adalah sahabatnya, sahabat
yang dia cintai diam-diam. Cowok yang bisa membuat Nara bahagia meski duduk
santai di kantin dengan dua cola dan asap rokok. Tobi sahabatnya sejak pertama
masuk bangku kuliah, mereka akrab semenjak Tobi meminjam buku catatan, hingga
akhirnya mengerjakan tugas bersama, bertengkar, saling mengejek, saling curhat
dan akrab. Cowok yang hanya bisa Nara cintai diam-diam, karena alasan klasik.
Nara tidak mau hubungannya berubah karena ketidaknyaman Tobi kalau dia tahu
perasaan Nara. Sama halnya dengan Nara, Tobi menjadikan Nara sahabat
terbaiknya.
Mendengar Tobi akan pergi
lagi,perasaannya mendadak hampa. “ berapa lama?”. Tanya Nara masih
kaget,“oleh-oleh ya..”. Nara berusaha untuk tidak terlihat sedih. Menyisipkan
senyuman palsu, dan menahan berat di dadanya.
Tobi tertawa pelan, “ Oleh-oleh?
Aku nggak travelling di sana, tapi kerja, ya kerja sekaligus travelling sih..ya
kira-kira setahun,dua tahun…”. Tatapan Tobi terfokus ke udara. Nara menatap Tobi
seksama, memperhatikan apakah dia sedang bercanda atau sungguhan. “ aku udah
mempersiapkan diri udah lama, paspor-ku baru jadi kemarin. Aku pengen
mengexplore Malaysia dan Brunei”. Jelasnya, membuat Nara yakin kalau Tobi
sedang tidak bercanda.
“ Kapan?”. Tanya Nara yang
menggantung di udara.
“ bulan depan”. Tobi tersenyum,
mematikan rokoknya ke asbak lalu meneguk cola miliknya. “ nanti aku bawain
oleh-oleh kalau aku udah pulang, doain nggak Cuma bawa oleh-oleh..tapi juga
istri”. Tobi mengacak rambut Nara yang hanya bergeming seolah tak bernyawa.
Gadis itu masih mencerna semuanya pelan-pelan. Tobi akan ke Penang setahun atau
dua tahun, yang artinya…mereka akan berpisah dan mungkin selamanya. Kemungkinan
Tobi bertemu dengan bule cantik, sangat besar. Ditambah Tobi adalah tipe cowok
yang suka dengan cewek-cewek cantik dan seksi. Berbeda dengan dirinya, yang
jauh dari kata fashionable, yang tidak bisa membedakan Stiletto dan wedges,yang berfikir
semua jenis celana dalam bentuk apapun adalah sama, Celana.
“ Oh,..”. Nara kehilangan semua
kosa-kata yang pernah dia pelajari seumur hidup, Nara tidak punya ide untuk
sekedar mengolok Tobi atau membuat lelucon.
“ aku pergi dulu Ra,..mau ke pak
Jiwo yang mensponsoriku ke Penang”. Pamit Tobi, Nara hanya mengangguk seadanya.
Nara memutuskan, mulai hari ini dia akan membenci pak Jiwo.
Nara kembali
menggerakan kakinya ketika ada penumpang kereta lain yang ingin melewatinya.
Nara memilih untuk berjalan maju, menghampiri Tobi yang duduk sendirian di
dekat jendela entah sedang mendengarkan lagu apa. Nara mengabaikan ekspresi tak
percaya Tobi saat dirinya menaruh ranselnya di bak atas. Nara duduk di depan Tobi
begitu tasnya sudah diyakini nyaman di atas. Nara tersenyum, sepertinya Tobi
masih belum sadar sepenuhnya kalau gadis di depannya adalah Nara. Sahabat
terbaiknya.
Comments
Post a Comment