Cerpen : Good bye, Stranger.
Suara cempreng itu, selalu sukses menghancurkan pagiku setiap hari. Setiap kali
mendengarnya, aku ingin lari secepatnya. Kalau bisa aku pengen punya kekuatan super
yang bisa membuatku menghilang begitu saja. Tapi percuma saja, toh dia akan
berlari mengejarku kemanapun aku pergi.
Sama seperti pagi ini. Gadis itu melambaikan
tangannya padaku dengan ceria di jarak 5 langkah di depanku. Memekikan suara
yang tidak merdu, malah mengganggu. Aku memilih pura-pura tidak melihatnya dan
mengabaikannya sebisaku.
Namanya audrey, cewek ternorak yang aku ‘tau’ bukan aku
‘kenal’ selama 2 tahun ini di SMA. Aku tau namanya ,itupun saat teman-temanku
menggodaku tentang tingkah lakunya yang selalu menempel padaku. Berkat dia
semua anak mengira dia adalah pacarku, bahkan aku tidak bisa mendekati
cewek-cewek yang aku suka gara-gara tingkahnya.
Aku masih mengabaikannya. Berjalan tenang seolah
tidak mendengar apa-apa. Pura-pura tidak mendengar ucapan ‘selamat pagi’ yang
dia teriakkan berulang-ulang. Aku bisa melihat anak-anak lain yang mencibirku dan
menertawaiku berkat hal ini. Aku mendesis dalam hati.
Aku tidak menoleh sama sekali saat melewatinya. Agar
dia sadar, aku mengbaikannya. Tapi, tentu saja tidak semudah itu. Sekarang dia
malah melompat menghampiriku dan mengelilingiku dengan riangnya. Seolah aku
adalah api unggun dan dia penari pengundang hujan. Aku meliriknya tak suka.
“selamat pagi! Selamat pagi! Selamat pagi!”. Serunya
riang. Aku tidak tau dia sarapan apa setiap paginya, soalnya dia selalu tampak
kelebihan nasi, melompat-lompat dengan riang, apa dia pikir dia kelinci? Dengan
kuncir yang sudah mirip menara eiffel, dia lebih mirip anak sd dari pada anak
SMA kelas dua. Dia selalu melakukan hal sama setiap pagi, meneriakiku, mengangguku,
semacam itulah yang selalu aku abaikan. Tapi dia tidak juga berhenti
melakukannya.
Aku menghentikan langkahku lalu berbalik. Aku sudah
tidak tahan lagi, dan dia nyaris terjengkang saat aku berhenti tiba-tiba. Dia
terseyum dengan riang menatapku seperti anjing menatap tulang seandainya dia
menjulurkan lidahnya.
Entahlah apa yang dia
harapkan dariku.
“ bisa nggak sih kamu jangan ganggu aku?!”. Pekikku
dan melototinya kesal, melototinya lurus agar dia mengerti dengan cepat
maksudku.
Dia melongo membekap mulutnya dengan matanya
terbelalak menatapku. Aku mengernyit melihat tingkahnya itu. Mungkin dia pikir
aku keterlaluan padanya. Biarlah aku tidak peduli. Aku bisa melihat air matanya
yang mulai mengembung. Aku menahan diri agar tidak meredupkan tatapanku.
Aku lelah dengan terus mengabaikannya dan
membiarkannya berkeliaran di sekelilingku. Selama ini aku diam karena aku malas
meladeni dia, sepertinya dia pikir aku mau jadi temennya. Ogah. Aku membenci
cewek norak yang mengerikan ini. Dia selalu menggangguku di segala hal dan
dimanapun. Sekarang, aku harus bisa bersikap tegas.
Aku sudah muak dengan kelakuannya yang aneh, setiap
pagi dia selalu sengaja menungguku di gerbang lalu mengangguku, di kelas dia
selalu senyum-senyum nggak jelas kearahku yang membuatku risih, di lapangan
saat jam olahraga, di lapangan saat upacara, di kantin, di semua lab. Dia
selalu mengikutiku kemanapun dan aku tidak punya tempat bersembunyi. Makanya
aku hanya bisa mengabaikannya tanpa bisa menghindar.
Hanya di kamar mandi saja dia tidak mengikutiku,
tapi dia menunggu di depan kamar mandi. Kurang mengerikan apa coba? Dia selalu
ada dimanapun .
Aku masih menekankan mata tajamku kearahnya, aku
tidak peduli kalaupun dia akan menangis setelah ini, asal dia akan berhenti
mengangguku. Tapi, aku mengernyit saat dia kembali melompat gembira.
“aaargh…Jonas ngomong sama aku..Jonas ngomong sama
aku..horeeee!”. Dia bersorak dan melompat-lompat riang. Aku mendengus kesal, aku
tak percaya dengan expresi gadis ini. Yang nyaris menangis bahagia setelah aku
bentak. Dasar gila!
“hey!!”. Pekikku, menarik lengannya , membuatnya
berhenti melompat. Memastikan dia menatapku dan memperhatikanku, aku yakin dia
akan bersorak lagi setelah ini karena aku menyentuhnya. “mulai sekarang aku
mohon sama kamu jangan ganggu aku lagi! Jangan deket-deket aku lagi! Jangan
berkeliaran di sekitarku lagi! Kamu tuh berisik dan kamu itu penganggu. Aku
nggak suka kamu deket-deket aku dengan suara cemprengmu dan sikap norakmu
itu!”. Bentakku sebelum dia sempat bersorak lagi. Dia menatapku bingung.
Mungkin dia sedang berfikir apa yang sedang aku katakan. Baguslah. Kalau dia
mengerti semakin bagus.
Cewek itu membalas tatapanku.
“ tapi aku suka sama kamu”. Kata cewek itu polos,
matanya besinar tulus. Gantian aku melongo. Aku memicingkan mataku. Sebisa
mungkin aku tidak berteriak tapi tetap saja aku harus melakukannya.
“aku nggak suka sama kamu”. Tolakku sadis. Aku tidak
akan memberikan harapan apapun pada gadis penganggu ini. Dia masih menatapku.
Tangannya berusaha menyentuhku tapi aku berhasil menghindar.
“ kenapa?”. Tanyanya dengan nada bergetar yang
sekuat tenaga dia samarkan.
“karena kamu itu mengerikan, jadi stop-berhenti
ganggu aku lagi!”. Bentakku, dan berharap kali ini dia mengerti. Sekarang aku
melihat matanya mengembung air yang ditahan sekuat tenaga untuk tidak jatuh.
Aku sedikit merasa bersalah. Tapi aku juga tidak mau hingga masa-masa SMA-ku
habis, gadis ini masih saja menggangguku, tepatnya menerorku.
Matanya tampak sedih, mata yang belum pernah aku
lihat sebelumnya.
“ oke”. Dia menyeka air matanya yang memaksa jatuh
tapi bibirnya menyeringai. Entahlah, kali ini aku sungguh merasa bersalah. Tapi
aku tidak boleh terkecoh dengan sikapnya itu atau aku akan terjebak lagi selamanya.
“ aku nggak mau lagi melihat kamu berkeliaran di sekitarku
lagi, ingaat itu!”. Bentakku lagi dengan tegas tepat di depan wajahnya yang
tertunduk. Lalu secepat mungkin aku berlalu meninggalkannya tanpa menoleh
sekalipun.
Besoknya, dia benar-benar tidak muncul. Dia tidak
ada di depan pintu gerbang dengan senyumnya dan kuncirnya yang menggelikan seperti
anak kecil. Baguslah dia mengerti. Aku juga tidak berharap dia menggangguku
lagi. Sama sekali enggak.
Di kelas, dia juga tidak muncul. Aku tidak melihatnya
dimanapun, mungkin dia tidak masuk sekolah. Mungkin karena dia sakit pilek atau
apa. Aku tidak peduli. Hari ini terasa…menenangkan.
Besoknya lagi dia tidak muncul, besoknya lagi. Besok
besoknya lagi, besok besok besoknya lagi, dan ini berlangsung hingga seminggu.
Aneh, ada yang aneh.
Perasaanku terasa aneh. Seharusnya aku bahagia
karena aku tidak perlu repot-repot mendengarkan suaranya yang cempreng dan
tingkahnya yang norak. Tapi, kenapa terasa sepi, sekolah ini terasa sunyi meski
banyak anak-anak yang berkeliaran disekitarku. Aneh.
Jangan-jangan saat aku memarahinya, dia meletakkan
sesuatu di matanya yang membuatku terpikat padanya. Tapi aku menepis pikiran itu.
Aku tidak mau mengakuinya, tapi aku merindukannya. Rindu, sampai dadaku terasa
sesak. Hari-hari yang menenangkan ini begitu menyesakkan. Ada apa dengan ku?.
“ kamu tau nggak audrey?”. Aku menoleh ke belakang
saat ada suara cewek yang menyebut nama cewek itu. Sebenarnya aku tidak mau
peduli tapi aku penasaran. Jadi aku menguping saja.
“ tau, anak yang aneh itu kan?”. Sahut temannya.
Ternyata bukan hanya aku yang menyebutnya aneh.” Kenapa memang?”.
“ aku denger kalau dia meninggal kemarin”. Kata
cewek pertama yang membuat jantungku serasa jatuh ke perut. Aku menajamkan
pendengaranku. Mungkin aku salah dengar.
“ kasihan ya dia,..”.
“ katanya sih dia sakit, nggak tau sakit apa. Masa
nggak ada yang tau sih kalau dia meninggal?”. Suara anak kedua terdengar heran.
“ dia kan jarang bergaul, tiap hari dia kan nempel
sama si Jonas mana sempet dia punya temen”.
Aku tertunduk mendengar percakapan mereka. Lututku
terasa ngilu, sekuat tenaga aku tidak membiarkan tubuhku terjatuh. Aku memang
tidak tau apa-apa tentang dia sama sekali, aku hanya sibuk mengabaikannya tanpa
berniat mencari tau siapa dia. Saat tau dia selalu sendirian selama ini aku
merasa jahat. Aku satu-satunya orang yang dia ikuti dan dia berharap aku mau
menjadi temannya. Dan aku mengabaikannya.
Rasanya ada sesuatu yang mencengkeram hatiku saat
ini dan memukul seluruh keegoisanku hingga ke titik terbawah. Aku merasa
bersalah dan menyesal telah mengusir gadis itu terakhir kali. Bahkan aku
membuatnya menangis di detik-detik terakhir hidupnya.
Tepat di saat aku mengangkat wajahku, aku melihat
mading tepat di depanku. Dan tepat di depan mataku aku membaca sebuah nama ‘Audrey
Anindita’ di bawah sebuah puisi.
Hallo,
orang asing.
Kamu
yang tidak tau siapa aku membantuku berjalan saat aku terluka. Saat orang lain
pura-pura tidak melihatku kamu mengangkatku dan membantuku berdiri.
Hallo,
orang asing.
Kamu
yang tidak tau mengapa aku terluka, membantuku berjalan pelan-pelan. Membuatku
sadar bahwa aku harus bangkit dari keterpurukanku bukan mengeluh karena tidak
ada yang mengerti aku.
Tahukan
kamu orang asing?
Kamu
adalah kekuatanku untuk berdiri dan kamu alasan aku ingin hidup lebih lama.
Belum pernah aku bahagia saat kamu datang mengangkatku waktu itu. Sehingga aku
ingin terus bersamamu merasakan kebahagiaan yang sama setiap hari.
Audrey anindita
Aku baru sadar alasan
kenapa dia menempel padaku setiap hari, menggangguku setiap hari, menyapaku
setiap pagi. Dia hanya ingin bahagia di akhir hidupnya, dia ingin berteman
denganku. Dan aku mengabaikannya. Aku merasa jahat, sangat jahat. Aku
mencengkeram dadaku yang tiba-tiba terasa sakit.
Tanpa aku sadar, satu tetes
air mata mengalir di pipiku. Aku menyekanya cepat-cepat. Tapi aku tidak bisa
menghentikan sesak di dadaku. Pikiranku terbang di saat aku pertama masuk MOS,
saat aku melihat seorang anak kecil terjatuh di pinggir lapangan karena dihukum
senior dengan kaki berdarah, saat itu aku tidak melihat dia siapa, aku hanya
membantunya berdiri mengantarnya ke UKS tanpa berkata-kata lalu pergi. Aku
bahkan lupa tentang peristiwa itu. Aku tertunduk di depan puisi yang ditulis
audrey untukku, kertasnya sudah kumal dan kecoklatan, aku menyesal tidak pernah
membaca mading selama ini.
“maaf ya drey…”.
Gumamku penuh sesal.
Untuk menebus
kesalahanku, aku hanya bisa berdoa agar dia tenang dialam sana. seharusnya aku
tidak mengabaikan siapapun yang datang dalam hidupku, karena mereka pasti
mempunyai arti dalam hidupku. Mereka akan terasa berharga saat mereka sudah
tiada, jangan menunggu menyesal untuk menghargai keberadaan seseorang, karena
penyesalan muncul belakangan dan mungkin mereka tidak akan kembali saat
penyesalan itu muncul. Sekarang aku benar-benar sangat menyesal karena sudah
mengabaikan dia, Gadis cempreng pengganggu bernama Audrey Anindita.
Comments
Post a Comment