DECEMBER WISH : Raka Datang


           

Kara sedang duduk memeluk lutut di depan kue Tart ber-angka dua puluh lima. Dia menatap lilin itu sejak tiga jam lalu. Dia sengaja membeli kue beserta lilinnya untuk merayakan hari ulang tahunnya sendirian. Ini adalah Desember yang ke Tujuh tanpa Raka.
            Raka pernah berjanji akan kembali di bulan Desember. Sudah tujuh tahun Kara menunggu,. 
Haruskah dia menunggu lebih lama? Tidak, Kara tidak mau menunggu lagi. Dia harus segera move on dari janji Raka, seharusnya dia mengabaikan saja janji Raka itu. Karena nyatanya, dia tidak pernah kembali bahkan dia tidak pernah muncul, meskipun hanya sekedar bertanya kabar di facebook. Raka benar-benar menghilang. Menghilang dari hidup Kara.
            Kara sudah memutuskan untuk berhenti menunggu, dan berdoa semoga Raka baik – baik saja dimanapun dia berada. Lalu ditiup lilin berangka dua dan lima yang nyaris habis dan meleleh diatas kue tart berwarna putih dengan hiasan bunga lily diatasnya. 
             Kara menangis sekancang – kencangnya dalam gelap, sendirian. Sekuat tenaga menguasai diri, namun sia-sia. 

              “Kar” Raka mengalihkan pandangan Kara dari manik – manik yang sedang asik dia susun .
         “apa?” Kara berusaha memfokuskan diri antara manik – manik dan Raka. Dia sedang merangkai manik – manik menjadi gelang.
            “Apa kamu gak mau les tae kwon do atau silat gitu?” Tanya Raka, Kara pikir ini adalah cara Raka mengejeknya namun tidak ada raut jahil di wajahnya. Kara berusaha menjawab dengan raut wajah datar.
            “Nggak. Kenapa?”
           "habis ini kamu kuliah kan? Kamu harus bisa jaga diri Kar, jangan kenalan sama cowok asing sembarangan, cari temen cewek yang bisa dipercaya, nggak popular nggak apa-apa yang penting tulus, jangan ikut – ikutan pergaulan yang aneh-aneh selama kuliah, soalnya di kampus bakal ada kegiatan macem – macem, demo lah, konser lah,dan…”
            “Kan ada kamu Ka..kita bakal satu kampus kan?” Kara menyela, Kara merasa aneh dengan kecerewetan Raka. Mereka bersahabat sejak SMP,Raka memang cerewet sejak dulu, tapi tidak pernah se-cerewet ini seolah – olah dia akan per,,,
            “Tunggu. Kamu nggak akan kemana –mana kan Ka?” tembak Kara begitu menyadari makna dari kata – kata Raka. Kara menatap mata Raka yang spontan melebar, lurus-lurus. Seketika Raka gugup, bibirnya bergerak – gerak tidak jelas, bingung harus ngomong apa. Kara mengeraskan rahangnya begitu menyadari jawaban dari ekspresi itu. “Mau pergi kemana?” Tanya Kara berusaha untuk tetap biasa saja.
            “Manhattan” sahut Raka membuat Kara menelan ludah. Manhattan, bukan salah satu kota kecil di Indonesia, tapi Amerika. Kara tidak menimpali, dia menunggu Raka mengatakan kelanjutannya “Ayah dipindah tugaskan disana” Raka mengalihkan pandangan dari mata Kara yang sudah berkaca – kaca.
            Lutut Kara lemas. Tangannya yang tak lagi fokus, tertusuk jarum dari tangannya sendiri. Kara berjingkat kesakitan. “Awwh”
            “ceroboh banget sih” dengan panic Raka menarik tangan Kara dan menghisap darah dari jari Kara. Kara meraung kesakitan.
            “Sakiiit..” jeritnya membuat Raka semakin panik. Padahal hatinya jauh lebih sakit dari jarinya.
            “Iya..iya..maaf” kata Raka, “Aku janji, Desember aku balik dan nemuin kamu”
            “Desember kapan?”
            “pokoknya Desember”
            Tangis Kara mereda, dia kembali menatap Raka. Dia ingin bilang ‘jangan pergi Raka’, namun sebagai anak Diplomat yang memang sering pindah – pindah negara, Kara tidak bisa mencegahnya.
              Akhirnya semua lilin mati, mengahiri doa dan harapan Kara soal Raka akan datang. Kali ini doanya berbeda, dia tidak ingin mengharapkan Raka, dia meminta pada Tuhan agar diberikan hati yang sangat luas untuk menerima kenyataannya bahwa hidupnya kedepan tidak akan lagi ada Raka.

#
            “ Selamat Ulang Tahun Kara!” Suara Tami, sahabat Kara sejak kuliah. Kara menatap Tami sekilas. Dia teringat janjinya pada Raka yang masih disimpannya baik-baik. Dia tidak berkenalan dengan lelaki asing dan hanya berteman dengan perempuan yang tulus.
            “ Thank you Tam” Kara tersenyum, dia meletakan tas pada kursi. Banyak pesanan bunga hari ini. Kara membuka usaha Toko Bunga dengan Tami sebagai karyawannya. Melihat bunga bisa menenangkan hatinya terlebih ketika dia sangat merindukan Raka. Tidak. Kara sudah berjanji untuk menyerah.
            “Lihat tuh, di pojokan banyak bunga ucapan selamat ulang tahun”
            “iya”
            “Cuma iya doang?”
            “terus?” Kara mengambil beberapa bunga yang akan dia rangkai.
            “Ya tanggepin kek mereka, Apa doamu tahun ini? Masih mengharap Raka datang?” Tanya Tami skeptis,’Raka datang’ adalah doa yang sangat keras diucapkan oleh Kara dulu saat ulang tahun yang ke 19.
            “Kepo,” rutuk Kara. Dia berusaha keras untuk tidak salah gunting bunga mawar putih di tangannya. “Udahlah Tam, jangan ngobrol terus, pemesan hari ini harus dikirim lebih pagi soalnya jalanan macet ada pawai budaya”
            “Siap Bos!” sahut Tami yang langsung pindah posisi.

            Kara menghela nafas pendek. Benar, jauh dari lubuk hatinya dia masih berharap Raka kembali. Dia hanya ingin mengatakan kalau Kara sangat mencintainya dan merindukannya.
            Pandangan Kara teralih ke arah bucket bunga Lily di pojokan. Lily? Lily adalah bunga favorit Kara dan tidak ada yang tahu selain Raka. Segera Kara mendekatinya dan membaca kartu kecil di bawahnya ‘ Hi, My Kara’. Kara mendekap mulutnya dengan tangan kanan. Mungkinkah Raka datang?

Comments

Popular posts from this blog

#1 BELAJAR MENULIS : CARA MENDESKRIPSIKAN TEMPAT DAN KARAKTER PADA NOVEL

Surat Untuk Nata : HUJAN hari ini.

LET GO!